Jumat, 10 September 2010

PERJALANAN UNTUK SILAHTURAHMI

Kami sekeluarga sebulan lalu sudah merencanakan perjalanan silahturami tahunan. Hampir setiap tahun kami melakukan perlanan menempuh 500an kilometer. Sehari sebelumnya saya sudah mempersiapkan kendaraan yang akan digunakan, dan siap untuk melakukan perjalanan.
Ibu Mertua sangat antusias dengan perjalan ini. jauh-jauh hari Ibu telah mempersiapkan segala macam logistik yang akan di bawah. MUlai makanan yang akan di makan diatas kendaraan hingga oleh-oleh yang akan diberikan pada famili yang akan dikunjungi setahun sekali.

Secara fisik sebenarnya cukup lelah karena beberapa hari harus bangun jam 2 pagi untuk mengantar Orang Tua saya Ke RS, tapi rencana perjalanan ini cukup menyenangkan sehingga kelelahan fisik beberapa hari terakhir ini tidak menjadi penghalang.

Pagi jam02.00Wib, ibu mertua membangunkan. Ganti baju tidur, tanpa mandi langsung mempersiapkan kendaraan dan siap berangkat. Mertua, ponakan: Rico, Shasa, Via; Istri dan saya berangkat tepat pukul 02.20wib. Sempat menyapat menyapa satpam dan menitipkan rumah kepada satpam maka kami pun berangkat.

ternyata di jalan sudah cukup ramai, khususnya kendaraan roda dua yang juga melakukan perjalan jauh. Dengan berboncengan, ada yang sampai 4 orang dan barang pengendara sepeda motor menempuh perlanan yang cukup jauh. Kami mampir sebentar untuk memompa ban kira-kira di kilometer 15. selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dengan kecepatan 60km/jam, relatif dengan kecepatan tersebut lambat jika dibanding pengendara Sepeda motor yang sering melewati perjalanan kami.

Sepanjang perjalan praktis tinggal saya sendirian yang tidak tidur, Retno yang menemani saya di depan sudah tidur memeluk ponakan (Shasa). Sambil makan kacang mente dan musik, saya menembus perjalan di pagi buta. Relatif tanpa hambatan sepanjang perjalanan, kecuali sekali-kali bila disalib Bus dengan kecepatan tinggi terpaksa harus mengalah dan berkonsentrasi. Sepanjang perjalanan jarang menjumpai kendaraan roda empat, yang terbanyak adalah sepeda motor. Sehingga sepanjang perjalanan melewati daerah Krian dan Kota Mojokerto tanpa hamabatan.

Saya mengambil jalur pasar krian, karena ini masih pagi sehingga terhindar dari keramaian Pasar, bila siang saya tidak akan berani mengambil jalur ini, lebih baik ambil jalur by pass Krian. Sepanjang jalur ini mulus hingga masuk Mojokerto.

Pada kilometer 66 ada pengalihan jalan, tepatnya masuk kota Jombang. Jalan dialihkan dengan mengambil jalur luar kota Jombang. Saya tidak menguasai jalur ini, agak kawatir sih tapi saya berpatokan dengan Bus. Saya ikuti saja bus yang ada didepan saya dan memang sampai juga kejalur yang saya pahami. Senjang jalur yang dialihkan, jalannya sangat tidak nyaman karena bergelombang dan banyak lubangnya sehingga semua penumpang menjadi terbangun dan meminta kecepatannya diperlambat.

Memasuki kawasan Kertosono jam tangan menunjukan pukul 03.30Wib. suasana sudah ramai dengan penduduk yang akan menuju masjid untuk soladi subuh. Dan di kios-kois sovenir sepanjang Kertosono banyak sekali pengendara Sepeda motor yang berhenti untuk istirahan sambil berbelanja. Pada jalur ini kecepatan kendaraan saya pacu dengan kecepatan 50km/jam. Selepasnya, kecepatan normal kembali.

Selepas Kertososno atau pada kilometer 92, kami mampir mengisi BBM dan ibu mertua harus ke toilet. Saya menyempatkan mengisi air radiator dan istirahat sebentar. Kira-kira 15 menit di SPBU tersebut kami melanjutkan perjalan dengan mengambil jalur Warujaeng. Dengan mengambil jalur ini saya dapat menghemant waktu dan jarak kira-kira 10 km atau setengah jam. Sepanjang jalur ini kecepatan yang saya tempuh kira-kira 40km/jam karena ruas jalan yang sempit. saya juga tidak ingin terburu-buru karena saya berharap masuk ke tempat tujuan kira-kira pukul 05.00. Melewati beberapa desa akhirnya kami sampai ke dusun Jepang Desa Bodor Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk.

Sesampai ketempat tujuan ternyata penghuni rumah masih tutup, maklum jam masih menunjukkan pukul 05.10. Setelah kendaraan masuk kehalaman, keponakan-keponakan dari Istri pada keluar menyambut kedatangan kami. Ternyata mereka sudah siap-siap untuk mengikuti solat Id. Setelah bersalaman, maka barang-barang mulai diturunkan dari mobil. Barang pakaet lebaran untuk keluarga ini sudah kita kirimkan 3 hari sebelumnya saat acara akad nikah nya Rbdu salmah di KUA Bratang Binangun.
Ada yang melanjutkan tidur diruang tamu, Retno dan ponakan (Rico) sementara saya, ibu mertua dan Shasa dan Via tidak bisa tidur, tadi saya coba tidur tapi tidak bisa.
Penghuni rumah pada ke tempat Solat Id kami tetap di rumah, saya duduk-duduk didepan rumah bebrapa saat, kemudian Mandikan Via dan shasa. Saya mandi makan dan Tidur, saya tidur kira-kira 2 jam, bangun tepat jam 09.00.

Waktu bangun ternyata banyak sekali tamu yang bersilaturahmi kerumah. rumah ini milik keluarga besar mertua yang saat ini di tempati keluarga dari ibu mertua yaitu bapak Supardi adalah adik kandunf ibu mertua. Keluarga ini memiliki 4 orang anak yang kesemuanya berprofesi guru kecuali satu anaknya adalah Perawat pada Rs. Menur surabaya.

Mereka adalah keluarga muslim yang sangat taat, sehingga nuasan yang dirasakan benar-benar nuansa Islami. disaat saya terbangun saya melihat ibu mertua bersama keluarga yang lain sedang menerima tamu-tamu yang datang. Saya mengucapkan selamt Lebaran dengan seluruh keluarga dan beberapa tamu.

Kondisi ini sangat kontras bila melihat suasan keluarga yang saya bangun dengan Retno di Surabaya, yang tampak dan tersa adalah nuansa Katolik. Walau demikian tidak menjadi penghambar membangun komunikasi kekeluarga sedarah.

Pukul 09.30 kami menuju ke keluarga almarhum bapak mertua yang jaraknya kira-kira 7 km yaitu di desa Pace Kulon. di tempat ini relatif lebih maju dan berkembang jika desa ibu mertua, karena disini merupakan ibu kota kecamatan dan merupak jalur utama Nganjuk Kediri.

Sebelumnya kami bersiarah di makam, disini dimakam leluhur istri yaitu Kakek dan Nenek Buyut yaitu Haji Ilyas dan Hj Saudah dan Kakek dan Nenek yaitu Kromoleksono dan Sainem. dan masih banyak keluarga besar istri yang dimakamkan disini. Mereka dimakamkan di pemakaman Desa Pace Kulon yang terletak di jalan poros Kediri Nganjuk. Kmai menaburkan bunga di hampir seluruh makam yang mempunayi hubungan darah dengan almarhum bapak mertua. Untung dekat dengan makam kami dapatmembeli bunga tabur. Kami juga telah menyiapkan uang untuk penjaga kuburan yang masih ada hubungan keluarga dengan almarhum bapak.

dari makam kami menuju rumah utama dari keluarga almarhum bapak mertua yang berjarang 200an meter dari makam arah Polsek Pace. Disini telah ada Bude Deni, Bude Dar, Mas Yanto dan Istri, Mbak Tati, dan Mas Edie. Kami menurunkan Paket lebarannya untuk 2 kelaurga. setelah bersilahturami kami mengincipi makanan di rumahnya bude Ni yang disiapkan oleh mbak Tati.

Saya cerita-cerita dengan mas Edi tentang silsilah keluarga besar dimulai dengan sejarah mabh buyut, Haji Ilyas yang mempunyai 6 anak yang salah satunya adalah nenek dari istri dan mas Edi.
saya juga membantu mas Yantio yang mobilnya waktu diparkir terperosok dan kejepit pohon didepan rumah.
Rico dicarikan Bis Sama Mas Edie untuk menuju Madiun lewat terminal Nganjuk. setelah Rico berangkat kita kembali ke Dusun Jepang tepat pukul 11.300 wib.

Di dusun jepang, saya makan dan istirahat sebentar. saya sempat minta lek' Di ambilkan bibit pisang untuk ditanam di Surabaya. Ibu juga dapat ayam kampung yang sudah dipotong. setelah anak-anak makan bakso yang dibelikan dek' Bin maka kami siap-siap pulang. Pukul 13.30 kami pamit dan berangkat.

sebelum berlanjut kesurabaya, kami mampir untuk bersiarah ke makam Kakek dan Nenek dari Istri dari pihak Ibu. Makam yang terletak di dusun pesantren desa bodor kira-kira 1.5 km dari dusun jepang arah utara. setelah menaburkan bungan di makam Kakek Kasbi dan Nenek Kasini maka kami pulang meninggalkan komplek makam tepat pekul 14.00 wib

demikianlah kira-kira perjalanan membangun silaturahmi keluarga sedarah yang berbeda agama, mudah-mudaan ini menjadi sering yang baik bagi kita semua........

Jumat, 27 Agustus 2010

BERITA GEREJA KATOLIK SINGARAJA

Pelurusan berita:

1. Memang terjadi pengambil alihan Gereja. Karena Rm. Yan, sudah 15 tahun
tidak taat dan menolak untuk dipindah dari Singaraja. Dia dulu anggota
Konggregasi SVD; yang akhirnya dipecat juga dari sana oleh Jenderal SVD,
karena keras kepala dan ketidak taatan.

2. Selama 14 tahun, sudah 3 Uskup mencoba menawari dia berbagai kemungkinan
dari studi di luar negeri, boleh pilih paroki mana yang diinginkan. Waktu
dia dikeluarkan oleh Kongregasi SVD, para uskup ini menawarkan Rm. Yan untuk
menjadi romo projo. 2 uskup terdahulu, menawari dia jadi romo Projo DI LUAR
Keuskupan Denpasar. Uskup yang sekarang, Mgr. Silvester San, menawari dia
menjadi projo Keuskupan Denpasar. Tapi Rm.Yan menolak dan menyatakan ingin
tetap jadi romo SVD, bahkan dia masih memakai gelar SVD pada namanya.

3. Setelah semua usaha pendekatan personal dan pastoral tidak berhasil, Mgr.
San menghadap Bupati Singaraja untuk menengahi. Bupati menugaskan Kementrian
Agama (dulu Dept. Agama) Singaraja untuk jadi penengah. Mgr. San dengan team
dari Denpasar datang; tetapi Rm. Yan yang rumahnya hanya 50 meter dari
Kantor Agama, menolak datang. Harap diketahui, Singaraja itu ada di ujung
utara P. Bali, memakan waktu 2 setengah jam dari Denpasar.

4. Lalu Mgr. San membuat surat pernyataan yang menjelaskan kronologis
ketidak taatan Rm. Yan yang disebarkan kepada semua Uskup di Indonesia dan
paroki-paroki yang terkait. Mgr. San datang ke Singaraja untuk menjelaskan
surat ini langsung kepada umat yang setia kepada Uskup. Ada umat dari pihak
Rm. Yan yang datang, lalu minta Uskup menjelaskan hal ini di Gereja Kartini
(istilah yang kita gunakan untuk gereja yang diduduki Rm. Yan). Setelah
mendapat kepastian bahwa Mgr. San memang ditunggu di Gereja Kartini, maka
rombongan ke sana. Tetapi penjelasan Mgr. San tidak diterima baik, malah
dicaci maki dan dilecehkan.

5. Pihak keluarga Rm. Yan, yang berasal dari Paroki Tuka di dekat Denparar
mencoba mendatangi Rm. Yan, tetapi ditolak oleh para pendukung Rm. Yan dan
dia sendiri hanya diam saja.

6. Setelah semua upaya damai gagal, Mgr. San membuat pengaduan ke polisi,
tentang pendudukan tanah dan gedung gereja secara tidak sah. Sayang polisi
menyatakan: belum ditemukan indikasi tindak pidana; dinyatakan bahwa ini
adalah masalah internal Gereja Katolik.

7. Karena semua usaha mencari penyelesaian tanpa kekerasan tidak berhasil;
Mgr. San memutuskan untuk menyelesaikan hal ini secara internal Gereja. Mgr.
San mengumpulkan tokoh-toloh etnis NTT (sebagian besar pendukung Rm. Yan itu
orang NTT dan Timor Leste); pihak keluarga Rm Yan untuk masuk ke Gereja
Kartini; dengan tekanan setiap kelompok etnis menangani orang-orangnya
sendiri, Rm. Yan ditangani oleh keluarganya. Sasaran tindakan ini adalah
mengeluarkan Rm. Yan dan Annis Ola (koster yang sangat berpengaruh pada Rm.
Yan) yang menjadi sumber keonaran di Paroki Singaraja selama lebih dari 15
tahun dari pastoran dan rumah koster.

8. Hari Minggu 22 Agustus 2010, tua-tua adat suku Annis Olla datang menemui
dia untuk mengajaknya keluar. Tetapi hal ini ditolak dan menjadi titik awal
persiapan mereka untuk mempertahankan diri. Bahkan mereka memanggil preman
dari desa di Singaraja dan melaporkan ke Polres bahwa Gereja Kartini akan
diserang oleh premannya Uskup.

9. Pada pagi hari sebelum kami masuk, Polres Singaraja mengadakan sweeping
dan mengeluarkan 14 orang yang memang dikenal sebagai preman dan meminta
semua orang yang bukan Katolik untuk keluar dari Gereja Kartini.

10. Pada saat kami akan masuk, kamu berbaris di depan gereja untuk berdoa.
Tetapi kami sudah dimaki-maki oleh seseorang dari Gereja Kartini dan disebut
preman Uskup dan mengusir. Anak-anak muda mulai terpancing emosinya, tetapi
masih dapat dicegah. Tetapi saat doa mulai, provokasi lain, pintu gerbang
gereja dibuka-tutup. Ketika beberapa orang mendekat, pintu ditutup dan
digembok kembali. Emosi anak-anak muda tidak dapat dikontrol; mereka
mendobrak pintu gerbang dan menyerbu masuk. Tetapi waktu itu para tua-tua
adat masih dapat menguasai anak buahnya. Mereka meminta kelompok sukunya
yang membela Rm. Yan untuk keluar meinggalkan Gereja. Tetapi ada satu anak
muda, Theo, menolak untuk keluar. Akibatnya, ketika ia ditemukan, tanpa
memakai pita putih yang menjadi tanda kami, maka dia diserbu. Tetapi
akhirnya Etnis Manggarai berhasil mengeluarkan dia dari gereja.

11. Kami mencari di mana Rm. Yan dan Annis Ola bersembunyi. Annis ditemukan
bersembunyi di sakristi gereja. Kelompok etnisnya mengeluarkan dia dari
gedung gereja dan melindungi dia dari massa yang panas. Dia langsung
dimasukkan ke mobil dan dibawa ke Denpasar. Lalu istri Annis, diminta
mengeluarkan harta bendanya dari rumah koster dan membawanya pergi. Saya
tidak ada di sana, tetapi sesudah semua selesai, saya tidak melihat ada
jendela dan pintu yang rusak di rumah koster. bahkan kelompok etnisnya
membantu membawa keluar inventaris keluarga itu. Dan dari berita yang ada,
tidak ada kabar bahwa anak Annis terluka oleh pecahan kaca. karena tidak ada
kaca yang pecah.

12. Tindakan yang kedua adalah mencari di mana Rm. Yan bersembunyi. Di
hadapan polisi, tiap etnis dibagi dalam beberapa kelompok untuk mencari di
semua ruangan yang ada. karena semua terkunci, maka pintu-pintu dijebol;
juga lemari-lemari yang mungkin menjadi tempat persembunyian Rm. Yan. Dan Rm
Yan ditemukan. Dia tidak melawan, tetapi menolak untuk keluar, sehingga oleh
keluarganya sendiri, terpaksa diseret dan dimasukkan ke mobil untuk dibawa
pulang ke rumah keluarganya di Paroki Tuka.

13. Setelah selesai, kami merayakan Misa di Gereja bersama rombongan
Denpasar dan umat Singaraja yang setia kepada Uskup. Kemudian kami
mengumpulkan (barang) milik pribadi Rm. Yan dan siap akan diantar besok ke
rumah keluarga.

KOMPAS tidak salah memberi kabar, karena hanya melihat apa yang terjadi,
tetapi nampaknya tidak ikut hadir pada saat pertemuan dengan press untuk
menjelaskan latar belakangnya. Begitu juga dengan RCTI atau Metro TV.
Demikian penjelasan saya. semoga menjadi pemahaman bagi semua.

Romo Yohanes Handriyanto Wijaya
Pastor defenitif
_______________________________________________________

SINGARAJA, KOMPAS.com

Sekelompok orang mengeluarkan Pastor Gereja Paroki Santo Paulus Romo Yohanes
Tanumiarja alias Romo Yans beserta keluarga secara paksa dari kediamannya di
Jalan Kartini, Singaraja, Selasa (24/8/2010). Peristiwa yang berlangsung
sekitar pukul 09.00 Wita itu, dilakukan sekelompok orang dari Keuskupan
Denpasar setelah Romo Yans dianggap tidak menaati aturan Gereja Katolik
serta keputusan di internal induk organisasi keagamaan Katolik yang
membawahi Bali serta Nusa Tenggara Barat.

Pada aksi paksa itu sempat terjadi penganiayaan serta perusakan pada bagian
bangunan gereja, tepatnya pagar masuk dan sejumlah kaca jendela berikut
pintu masuk bangunan rumah tersebut. Seorang anak perempuan bernama Aurelia
(5) yang ketika kejadian berada di dalam rumah, mengalami luka di bagian
kepala akibat pecahan kaca saat sekelompok orang tersebut mengamuk dan
menyeret semua penghuni keluar dari rumah itu. Selain Aurelia, Theo yang
merupakan pengikut Romo Yans, juga mengalami pemukulan serta pengeroyokan
dalam kejadian perusakan kawasan suci tersebut. Pasukan pengendali massa di
bawah komando Kompol Ida Bagus Wedana Jati dari Kepolisian Resor Buleleng
tidak bisa mencegah aksi sekelompok orang yang menyebut bahwa tindakan
mereka tersebut merupakan bentuk penyelesaian di internal umat Katolik.

Dalam kejadian tersebut, juga hadir beberapa pastor dari Keuskupan Denpasar
yang dipimpin oleh Romo Herman Yosep Beby serta Romo Yohanes Handriyanto
Wijaya alias Romo Hans selaku pastur yang diberi mandat untuk menggantikan
tugas-tugas Romo Yans di gereja umat Katolik Singaraja. Dalam kelompok
tersebut, juga terlihat mantan Kabid Humas Polda Bali Komisaris Besar Polisi
(purn) AS Reniban yang tiba bersama rombongan keuskupan Denpasar untuk
melakukan pengusiran kepada keluarga Romo Yans. Ketua DPRD Kabupaten
Buleleng Dewa Nyoman Sukrawan terlihat hadir setelah aksi massa Keuskupan
Denpasar yang sempat menyeret Romo Yans ketika bersembunyi di sebuah ruangan
kamar tidur bagian depan rumah.

Tak hanya Romo Yans yang digelandang massa, Yohanes Ola alias Pak Annis,
selaku pembantu Pastor Yans juga diseret serta dimasukan ke dalam mobil dan
disebutkan untuk dievakuasi ke rumah keluarga. Salah satu pendukung Romo
Yans, yakni Antonius Kiabeni, warga Jalan Pulau Sugara, Singaraja,
mengatakan upaya paksa atau eksekusi merupakan kewenangan aparat hukum dan
bukan dilakukan oleh sekelompok orang. Pihaknya mengaku akan menyelesaikan
kejadian tersebut secara hukum dengan melapor ke Polres Buleleng, khususnya
mengenai aksi kekerasan yang menyebabkan Aurelia menderita luka di bagian
kepalanya hingga mengakibatkan harus mendapat perawatan medis.

Dalam kejadian tersebut, rombongan Keuskupan Denpasar memberi tanda balutan
pita berwarna orange dan putih yang melingkar di tangan atau kepala sebagai
identitas pendukung pastor baru, yakni Romo Hans.

INFO INI SAYA DAPAT DARI BERBAGAI SUMBER.

Sabtu, 31 Mei 2008

POLEMIK PEMUDA KATOLIK JATIM

Kata Pemuda, pertama-tama orang akan merunjuk secara biologis. Artinya kategori ini adalah komunitas yang produktif, inovatif, kompetitif, dan energik. Kemudian orang akan merunjuk secara psikologis untuk melihat pemuda.
Pada kondisi lain dimana masyarakat menilai bahwa mereka adalah kategori orang yang mepunyai karakter yang produktif, inovatif, kompetitif dan energik. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa secara alamiah kondisinya sudah sangat menurun atau sudah tidak muda lagi, dalam kondisi ini mereka lebih taktis artinya lebih efisien agar produktifitasnya tetap dapat dipertahankan, artinya pemuda secara psikologis.
Pemuda Katolik yang secara harafiah tentunya adalah orang muda yang beragama Katolik. Secara religi menganut dan mengikuti aturan yang dibuat dan dijalankan oleh komunitas Katolik yang dalam realitas biologis adalah orang muda

Pertarungan Kepentingan yang tidak sengaja

Tiba-tiba saja Pemuda Katolik di Keuskupan Surabaya menjadi perbincangan hangat di bulan April 2008. Bertahun-tahun lamanya organisasi Pemuda Katolik tidak pernah terdengar aktifitasnya, baik di seputar gereja atau di luar kegiatan Gereja.
Pemahaman Umat tentang Pemuda Katolik berbanding lurus dengan pemahan mereka atau pengenalan mereka terhadap Drs. Anfridus Legho. Predikat yang melekat sangat erat tersebut tentu tidak terjadi begitu saja.
Drs. Ansfridus Legho terpilih sebagai Ketua Komisariat Daerah Jawa Timur tahun 1991. dengan mengambil alih kepimpinan yang sebelumnya di pegang oleh Drs. Adrianus Harsono.
Sebelumnya telah menjadi seorang aktifis organisasi kepemudaan yang telah dikenal luas oleh lapisan aktifis kepemudaan di jawa timur, diharapkan oleh beberapa tokoh katolik, Ansfridus Legho dapat lebih mengaktifkan organisasi Pemuda Katolik yang sebelumnya di pegang oleh Adrianus Harsono.
Dengan jabatan sebagai ketua pemuda Katolik, dan dalam kurun waktu yang berdekatan terjadi guncangan politik di Jawa Timur. Polemik tentang PDI menjadi isu politik yang menyita banyak perhatian.
Pada beberapa kesempatan, posisi sebagai ketua Pemuda KAtolik merupakan jabatan yang ideal untuk ikut dalam guncangan politik tersebut. Partai Demokrasi Indonsesia terbentuk karena fusi beberapa partai tanggal 13 Januari 1971, antara lain Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Murba dan PNI.
Masing-masing partai tentunya membawa kepentingan gerbong keormasan di dalam PDI. Tidak ketinggalan Partai Katolik. Secara historis dan psikologis Pemuda Katolik adalah organisasi payungnya. Kondisi ini secara riil diakui para politisi PDI.
Pola rekrutmen pengurus PDI dengan mengakomodir elemen 5 partai fusi. Pola persaingan semacam ini yang menyebabkan PDI tidak pernah luput dari berbagai konflik internal. Tidak heran bila setiap kongres partai berakhir dengan konflik dan melahirkan intervensi pemerintah.
Puncak Konflik adalah Kongres PDI di asrama haji Surabaya pada tahun 1992. konflik yang berpanjangan dan melelahkan bagi semua elemen Partai Pemokrasi Indonesia. Kejelian dan kemampuan melihat peluang pada konflik tersebut akan membawa pribadi tersebut sebagai tokoh dimasa depan.
Tidak ketinggalan pada dua tokoh Katolik yang berangkat dari akar yang sama yaitu, Ansfridus Legho dan Adrianus Harsono. Kedua tokoh tersebut terlibat sangat signifikan pada kongres Surabaya tersebut. Dengan berbagai tekanan pemerintah dan militer, Pada akhirnya keduanya mepunyai pilihan yang berbeda dalam menyikapi konflik partai tersebut. Adrianus Harsono mengikrarkan diri menjadi pendukung setia Megawati dan Ansfridus Legho mengikuti mainstrem militer dan melegitimide pemikiran pemerintah tentang ketidak absahan Megawati, yang akhirnya mendukung Soeryadi.
Arus konflik tersebut terus diikuti oleh kedua tokoh tersebut hingga tahun 1999. kesibukan tersebut membawa efek negatif kepada Pemuda Katolik. Fungsi ketua Komda yang melaksanakan kordinator dan konsilidasi terhadp cabang-cabang Pemuda Katolik di Jawa Timur tidak berjalan.
Regulasi organisasi di tingkat Komda Jatim tidak berjalan, inisiatif untuk mendorong terlaksananya kaderisasi secara formal tidak berlangsung dan desakan melakukan rekruimen secara terstruktur tidak pernah terjadi. Semua hal tersebut sekali lagi terjadi karena kesibukan mengurusi partai.
Membangun kekuatan internal Pemuda Katolik di setiap daerah kabupaten tidak berjalan. Kesempatan untuk mengambil bagian dalam Musda KNPI secara periodik menjadi tidak terlaksana.
Membangun komunikasi dengan pihak eksekutif pada setiap tingkatan tidak berjalan karena kekurangan kader di setiap daerah sehingga tidak terjadi sinergy. Banyak kesempatan yang semestinya dapat dilakukan yaitu menjadi partner dengan pemerintah atau elemen lain menjadi tidak dapat berjalan.
Kesemua kondisi ini berlangsung selama 17 tahun lamanya. Selama itu pula tidak terjadi proses pembinaan, proses kaderisasi dan proses partisipasi.

Keprihatinan Individual

Sebelum Pernas FMKI bulan september 2007, beberapa teman menanyakan dan menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi Pemuda Katolik di Jawa Timur. Beberapa kali kami menggunakan tenda di lingkungan gereja HKY untuk ketemuan sambil minum kopi. Beberapa kali pertemuan mempertemukan beberapa keprihatinan dan harapan pada organisasi Pemuda Katolik. Berangkat dari pemahan yang minim tentang Pemuda Katolik, dan dipahami bahwa Organisasi ini perlu di selamatkan, oleh karenanya pertemuan pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengembangkan kembali organisasi Pemuda Katolik Jawa Timur.
Disepakati untuk memulainya maka perlu diadakan sebuah kegiatan, yang pada awalnya untuk menunjukan eksistensi. Dalam perjalanannya terjadi beberapa perbedaan dalam pilihan isu.
Kebetulan pula, ada sebuah pekerjaan yang dianggap dapat mengangkat eksistensi tersebut yaitu melakukan mediasi terhadap konflik antara mantan guru SMA St Hendrikus dengan pihak yayasan Yohanes Gabriel. Pada kenyataaan kegiatan ini tidak menjadi sebuah awal sebagai mana diharapkan awal sebagai kebangkitan kembali Pemuda Katolik melainkan sebagai awal konflik antara pihak-pihak yang berkomitmen terhdap perkembangannya.
Suatu ketika ada pengurus pusat Pemuda Katolik berkunjung ke Surabaya, maka dipertemukan antara rivalitas tersebut. Ansfridus Legho dan JB Amiranto serta Albert P. Lasut bertemu di Hotel Mercure Surabaya untuk membicarakan solusi terhap oraganisasi. Pada saat ini Pengurus Pusat masih menganggap bahwa ketua Komda Pemuda Katolik Jatim masih dipegang oleh Drs. Ansfridus Legho. Pada pertemuan ini sdr. Ansfridus tidak memberi solusi melainkan memberi tantangan terhadap kebijakan Pengurus Pusat.
Pertemuan berikutnya terjadi di Jakarta yaitu bersamaan dengan Pertemuan Komisi Kerawan KWI pada bulan Januari. Pada kesempatan ini yang hanya bersedia hadir adalah sdr. JB Amiranto sementara sdr. Ansfridus Legho tidak bersedia hadir terhadap panggilan Pemgurus Pusat.
Setelah kejadian tersebut akhirnya pengurus pusat berketetapan hati untuk melakukan eksikusi organisasi dengan mengangkat carekteker Komda Jatim dan mengangga tidak ada terhadpa Drs Ansfridus Legho.
Setelah lahir SK PP terhadap pengangkatan Carakteker Komda Pemuda Katolik maka dibentuk kepengurusan oleh pemegang madat tersebut. Yaitu Ketua Lamhot Simanullang, Albert Pieter dan JB Amiranto. Dengan telah ada seorang pemangang mandat maka segera dibuat rencana untuk dilakukan Muskomda Pemuda Katolik Jatim.tetapi sebelumnya harus dilakukan Masa Penerimaan anggota. Oleh karena harus dilakukan oleh Komcab Surabaya.
Walau sebelumnya, ketua Komcab. Surabaya Drs. AM. Bambang Poeryanto telah menunjuk Albert Pieter sebagai ketua panitia pelaksana Mapenta pada bulan November 2007. Atas kerja sama Panitia dan carakteker maka disusunlah ateri untuk pelaksanaan Mapenta.
Sebelum acara Mapenta diselenggarakan, pemegang mandat Carekteker telah meminta untuk dipertemukan dengan Pihak hirarki gereja sebelum dilakukan langkah yang dianggap perlu. Maka saya menghubungngi Vikjend, maka dilakukan pembicaraan antara saya dengan vikjend. Vikjend menyerahkan persoalan Pemuda Katolik kepda Romo Eko Budhi Susilo,Pr. Saya meminta vikjend untuk memfasilitasi pertemuan antara Carekteker dengan Romo Eko dan beliau setuju.
Romo Eko tidak bersedia untuk ketemu dan tidak mau berbicara dengan Carekteker. Dengan kondisi tersebut membuat keputusan untuk meneruskan agenda awal diteruskan.
Dilakukanlah sosialisasi terhadap rencana Mapenta dan sekaligus pelaksanaan Muskomda. Praktis yang mengurusi Mapenta dan Muskomda adalah Albert Pieter dan Lamhot Simanullang.
Setelah persiapan dianggap siap maka di tetapkan tanggal 13 April dilaksanakan Mapenta dan sekaligus Muskomda di hotel Narita. Pihak Ansfridus juga diminta hadir pada pelaksanaan Mapenta dan Muskomda.
Pada pelaksanaannya dari pihak mereka tidak ada yang hadir. Beberapa daerah malah datang yaitu Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, Madiun, Malang, Blitar, Bojonegoro, dan surabaya. Dengan jumlah peserta 21 orang. Dari surabaya sendiri yang ikut 8 orang.
Dihadiri oleh beberapa pembicara yaitu Drs. Basis Susilo, Daniel Rohi, Adrianus Harsono, Lamhot Simanullang, dan Bpk Hidayt Tunumiharja. Masing-masing memberi materi 1,5jam, rangkaian acara Mapenta berakhir Pukul 16.30 wib.
Setelah pelantikan anggota Pemuda Katolik cabang surabaya, maka dibacakan sk penetapan carekteker pembentukan pengurus cabang dari anggota daerah yang hadir di Mapenta untuk selanjutnya menjadi peserta Muskomda. Setelah semua peseta delegasi bersedia untuk diselenggaran Muskomda saat itu juga maka Muskomda dibuka jam 17.00.
Muskomda ini pada akhirnya memilih sdr. Johannes B. Amiranto. Yang berusia 42 tahun dan merupakan dosen Untag Surabaya. Terpilihnya ketua tanpa voting karena sdr. Albert Pieter tidak bersedia untuk dicalonkan sebagai ketua. Oleh karena itu pemilihan ini tanpa melalu tahapan verifikasi persyaratan sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta tata tertib siding muskomda tersebut!
Setelah terpilih maka langsung disusun Formutur yang terdiri dari: Lamhot Simanulang, JB Amiranto, Rudy, Bambang Poeryanto dan Albert Pieter. Setelah Muskomda ditutup maka Formatur langsung mengadakan rapat dan menyusun format kepngurusan Komda Jatim.
Pada rapat pertama telah tersusun pengurus yaitu sekretaris Albert Pieter wakil ketua Rudy Afianto, Poerwadi, Soenaryo. Dan disepakti bahwa Formatur akan rapat lagi 2 minggu kemudian.
Tanggal 17 April dalam rangka mendampingi ketua umum PP Pemuda Katolik sdr. Natalis Situmorang dengan Saifullah Yusup yang kebetulan mencalonkan diri sebagai cawagub Jatim. Pertemuan diadakan di Somerset Hotel. Pada pertemuan tersebut terdapat banyak sekali wartawan.
Pada keempatan ini saya tetang sikap Pemuda Katolik terhadap Pencalonan Saifullah Yusuf, apakah Pemuda Katolik Jawa Timur dengan kehadiran disini berarti mendukung Gus Ipul?
Jawaban saya banyak dirilis oleh media tidak sesuai dengan pendapat yang sebenarnya saya sampaikan. Oleh karena hal ini melahirkan banyak protes oleh kubu Ansfridus. Lewat pernyataan yang dimuat dalam surat pembaca diberbagai media masa jatim mereka membuat bantahan.
Hal ini sampai menjadi pembicaraan hangat di kalangan tokoh Katolik. Sampai suatu kesempatan di acara pelantikan DPC PMKRI Surabaya tanggal 28 April 2008 yang dihadiri pula oleh Uskup Surabaya. Saya semapat di panggil oleh Bapak Uskup untuk ditanyakan masalah tersebut, baliau dapat memahami penjelasan singkat yang saya berikan.
Hari-hari berikutnya menjadi pertanyaan apakah pertentangan ini akan terus atas akan membaik…………………?????

Oleh Albert Pieter Lasut

Rabu, 28 Mei 2008

Komunitas Kristiani Dalam Kehidupan Nasional

KOMUNITAS KRISTIANI
DALAM KEHIDUPAN POLITIK NASIONAL



1. Negara-Bangsa (Nation-State) yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah hasil perjuangan segenap komponen bangsa dari aneka ragam latar belakang: suku, agama, etnis, asal daerah, aliran kepercayaan, keyakinan, profesi, dan sebagainya.
Negara-Bangsa (Indonesia) adalah suatu bangunan politik, mencakup dan meliputi seluruh tanah air dan seluruh tumpah darah Indonesia. Memayungi dan melindungi segenap bangsa dan seluruh masyarakat.
Negara-Bangsa berkewajiban menumbuhkan kehidupan kebangsaan yang bebas, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial dalam wadah negara hukum yang demokratis, serta ikut memelihara ketertiban dan perdamaian dunia.

2. Negara-Bangsa, Pancasila, Kebhinekaan/Keanekaragaman (pluralitas) dalam persatuan dan kesatuan bangsa, adalah nilai-nilai dasar hasil perenungan mendalam para pendiri Republik (Founding-Fathers) yang berwawasan visioner. Nilai-nilai dasar tersebut adalah bagian integral dari Proklamasi Kemerdekaan.

3. Jika karakter/jatidiri Negara-Bangsa dirubah/diganti (misalnya menjadi negara-agama, negara-militer, negara-pegawai, negara-suku, negara-kedaerahan, negara-para elit), jika Pancasila diganti/dirubah dalam praktek penyelenggaraan negara dan kekuasaan pemerintahan (misal: Pancasila sebagai sumber hukum nasional diganti/ditambah dengan syariah agama atau syariah agama–agama), jika pluralitas masyarakat dirubah menjadi keseragaman, maka merupakan penghianatan terhadap Proklamasi Kemerdekaan. Jika itu terjadi, maka Negara Indonesia bukan lagi Negara Bangsa hasil Proklamasi Kemerdekaan, melainkan sudah berubah menjadi Negara baru, yang harus ditolak keberadaannya.

4. Negara-Bangsa harus dipelihara, ditumbuhkan, diwujudkan idealnya (cita-citanya) melalui perjuangan politik seluruh warga negara dari semua komponen bangsa. Kepedulian dan keterlibatan politik tersebut adalah suatu keharusan. Manifestasinya dalam dua bentuk cara :

a. Dalam arti umum/luas, dalam mana semua warga negara berhak dan berkewajiban memperjuangkan kepentingan umum, kesejahteraan masyarakat, dan keadilan sosial. Termasuk membela/mempertahankan karakter/jatidiri bangsa : Negara Bangsa, Pancasila, Pluralitas, serta persatuan/kesatuan bangsa.

b. Dalam arti khusus dalam mana perjuangan tersebut dilakukan melalui partai politik dengan mengambil bagian di penyelenggaraan negara dan kekuasaan pemerintahan.

5. Kepedulian dan keterlibatan politik warga negara yang menganut iman Kristiani adalah konsekuensi dan implementasi dari Iman Kristiani. Iman Kristiani memiliki dimensi politik yaitu penghayatan akan hidup Kristus dan karya pembebasanNya. Kemerdekaan/Kebebasan manusia harus dibela dan dipertahankan mendahului dan mengatasi segala bentuk/struktur kekuasaan.

6. Bagaimana implementasinya, khususnya setelah mengikuti dan mencermati
perkembangan bangsa dan negara dewasa ini? Masalah besar dan urgen adalah kemiskinan dan pengganguran yang membuat sebagian besar masyarakat menderita. Namun ada juga masalah besar dan urgen yang lebih mendasar karena menyangkut eksistensi Negara Bangsa, Pancasila, Pluralitas, serta Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Hal-hal tersebut kini tengah mengalami cobaan, gangguan dan ancaman. Untuk menghadapi hal ini, warga negara dari komunitas Kristiani tidak bisa berjuang sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama. Tidak bisa menyerahkan saja pada partai – partai politik yang pada dewasa ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Tidak bisa juga hanya mempercayakan pada polemik intelektual dan teoritis di media massa. Hal ini adalah perjuangan dan kerja politik. Komunitas Kristiani perlu bahkan harus merintis Gerakan Politis ( Kristiani ) – bukan Partai Politik, sebagai sarana atau instrumen perjuangan mengambil bagian dalam kehidupan nasional,.khususnya dalam membela dan mempertahankan Negara – Bangsa, Pancasila, Pluralitas, Persatuan dan Kesatuan Bangsa.


Jakarta 11 Agustus 2007



PUSAT KAJIAN DAN EDUKASI MASYARAKAT
( PAKEM )
Disampaikan pada pertemuan nasional forum masyarakat kotolik di surabaya tanggal 21-27 september 2007