Sabtu, 31 Mei 2008

POLEMIK PEMUDA KATOLIK JATIM

Kata Pemuda, pertama-tama orang akan merunjuk secara biologis. Artinya kategori ini adalah komunitas yang produktif, inovatif, kompetitif, dan energik. Kemudian orang akan merunjuk secara psikologis untuk melihat pemuda.
Pada kondisi lain dimana masyarakat menilai bahwa mereka adalah kategori orang yang mepunyai karakter yang produktif, inovatif, kompetitif dan energik. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa secara alamiah kondisinya sudah sangat menurun atau sudah tidak muda lagi, dalam kondisi ini mereka lebih taktis artinya lebih efisien agar produktifitasnya tetap dapat dipertahankan, artinya pemuda secara psikologis.
Pemuda Katolik yang secara harafiah tentunya adalah orang muda yang beragama Katolik. Secara religi menganut dan mengikuti aturan yang dibuat dan dijalankan oleh komunitas Katolik yang dalam realitas biologis adalah orang muda

Pertarungan Kepentingan yang tidak sengaja

Tiba-tiba saja Pemuda Katolik di Keuskupan Surabaya menjadi perbincangan hangat di bulan April 2008. Bertahun-tahun lamanya organisasi Pemuda Katolik tidak pernah terdengar aktifitasnya, baik di seputar gereja atau di luar kegiatan Gereja.
Pemahaman Umat tentang Pemuda Katolik berbanding lurus dengan pemahan mereka atau pengenalan mereka terhadap Drs. Anfridus Legho. Predikat yang melekat sangat erat tersebut tentu tidak terjadi begitu saja.
Drs. Ansfridus Legho terpilih sebagai Ketua Komisariat Daerah Jawa Timur tahun 1991. dengan mengambil alih kepimpinan yang sebelumnya di pegang oleh Drs. Adrianus Harsono.
Sebelumnya telah menjadi seorang aktifis organisasi kepemudaan yang telah dikenal luas oleh lapisan aktifis kepemudaan di jawa timur, diharapkan oleh beberapa tokoh katolik, Ansfridus Legho dapat lebih mengaktifkan organisasi Pemuda Katolik yang sebelumnya di pegang oleh Adrianus Harsono.
Dengan jabatan sebagai ketua pemuda Katolik, dan dalam kurun waktu yang berdekatan terjadi guncangan politik di Jawa Timur. Polemik tentang PDI menjadi isu politik yang menyita banyak perhatian.
Pada beberapa kesempatan, posisi sebagai ketua Pemuda KAtolik merupakan jabatan yang ideal untuk ikut dalam guncangan politik tersebut. Partai Demokrasi Indonsesia terbentuk karena fusi beberapa partai tanggal 13 Januari 1971, antara lain Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Murba dan PNI.
Masing-masing partai tentunya membawa kepentingan gerbong keormasan di dalam PDI. Tidak ketinggalan Partai Katolik. Secara historis dan psikologis Pemuda Katolik adalah organisasi payungnya. Kondisi ini secara riil diakui para politisi PDI.
Pola rekrutmen pengurus PDI dengan mengakomodir elemen 5 partai fusi. Pola persaingan semacam ini yang menyebabkan PDI tidak pernah luput dari berbagai konflik internal. Tidak heran bila setiap kongres partai berakhir dengan konflik dan melahirkan intervensi pemerintah.
Puncak Konflik adalah Kongres PDI di asrama haji Surabaya pada tahun 1992. konflik yang berpanjangan dan melelahkan bagi semua elemen Partai Pemokrasi Indonesia. Kejelian dan kemampuan melihat peluang pada konflik tersebut akan membawa pribadi tersebut sebagai tokoh dimasa depan.
Tidak ketinggalan pada dua tokoh Katolik yang berangkat dari akar yang sama yaitu, Ansfridus Legho dan Adrianus Harsono. Kedua tokoh tersebut terlibat sangat signifikan pada kongres Surabaya tersebut. Dengan berbagai tekanan pemerintah dan militer, Pada akhirnya keduanya mepunyai pilihan yang berbeda dalam menyikapi konflik partai tersebut. Adrianus Harsono mengikrarkan diri menjadi pendukung setia Megawati dan Ansfridus Legho mengikuti mainstrem militer dan melegitimide pemikiran pemerintah tentang ketidak absahan Megawati, yang akhirnya mendukung Soeryadi.
Arus konflik tersebut terus diikuti oleh kedua tokoh tersebut hingga tahun 1999. kesibukan tersebut membawa efek negatif kepada Pemuda Katolik. Fungsi ketua Komda yang melaksanakan kordinator dan konsilidasi terhadp cabang-cabang Pemuda Katolik di Jawa Timur tidak berjalan.
Regulasi organisasi di tingkat Komda Jatim tidak berjalan, inisiatif untuk mendorong terlaksananya kaderisasi secara formal tidak berlangsung dan desakan melakukan rekruimen secara terstruktur tidak pernah terjadi. Semua hal tersebut sekali lagi terjadi karena kesibukan mengurusi partai.
Membangun kekuatan internal Pemuda Katolik di setiap daerah kabupaten tidak berjalan. Kesempatan untuk mengambil bagian dalam Musda KNPI secara periodik menjadi tidak terlaksana.
Membangun komunikasi dengan pihak eksekutif pada setiap tingkatan tidak berjalan karena kekurangan kader di setiap daerah sehingga tidak terjadi sinergy. Banyak kesempatan yang semestinya dapat dilakukan yaitu menjadi partner dengan pemerintah atau elemen lain menjadi tidak dapat berjalan.
Kesemua kondisi ini berlangsung selama 17 tahun lamanya. Selama itu pula tidak terjadi proses pembinaan, proses kaderisasi dan proses partisipasi.

Keprihatinan Individual

Sebelum Pernas FMKI bulan september 2007, beberapa teman menanyakan dan menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi Pemuda Katolik di Jawa Timur. Beberapa kali kami menggunakan tenda di lingkungan gereja HKY untuk ketemuan sambil minum kopi. Beberapa kali pertemuan mempertemukan beberapa keprihatinan dan harapan pada organisasi Pemuda Katolik. Berangkat dari pemahan yang minim tentang Pemuda Katolik, dan dipahami bahwa Organisasi ini perlu di selamatkan, oleh karenanya pertemuan pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengembangkan kembali organisasi Pemuda Katolik Jawa Timur.
Disepakati untuk memulainya maka perlu diadakan sebuah kegiatan, yang pada awalnya untuk menunjukan eksistensi. Dalam perjalanannya terjadi beberapa perbedaan dalam pilihan isu.
Kebetulan pula, ada sebuah pekerjaan yang dianggap dapat mengangkat eksistensi tersebut yaitu melakukan mediasi terhadap konflik antara mantan guru SMA St Hendrikus dengan pihak yayasan Yohanes Gabriel. Pada kenyataaan kegiatan ini tidak menjadi sebuah awal sebagai mana diharapkan awal sebagai kebangkitan kembali Pemuda Katolik melainkan sebagai awal konflik antara pihak-pihak yang berkomitmen terhdap perkembangannya.
Suatu ketika ada pengurus pusat Pemuda Katolik berkunjung ke Surabaya, maka dipertemukan antara rivalitas tersebut. Ansfridus Legho dan JB Amiranto serta Albert P. Lasut bertemu di Hotel Mercure Surabaya untuk membicarakan solusi terhap oraganisasi. Pada saat ini Pengurus Pusat masih menganggap bahwa ketua Komda Pemuda Katolik Jatim masih dipegang oleh Drs. Ansfridus Legho. Pada pertemuan ini sdr. Ansfridus tidak memberi solusi melainkan memberi tantangan terhadap kebijakan Pengurus Pusat.
Pertemuan berikutnya terjadi di Jakarta yaitu bersamaan dengan Pertemuan Komisi Kerawan KWI pada bulan Januari. Pada kesempatan ini yang hanya bersedia hadir adalah sdr. JB Amiranto sementara sdr. Ansfridus Legho tidak bersedia hadir terhadap panggilan Pemgurus Pusat.
Setelah kejadian tersebut akhirnya pengurus pusat berketetapan hati untuk melakukan eksikusi organisasi dengan mengangkat carekteker Komda Jatim dan mengangga tidak ada terhadpa Drs Ansfridus Legho.
Setelah lahir SK PP terhadap pengangkatan Carakteker Komda Pemuda Katolik maka dibentuk kepengurusan oleh pemegang madat tersebut. Yaitu Ketua Lamhot Simanullang, Albert Pieter dan JB Amiranto. Dengan telah ada seorang pemangang mandat maka segera dibuat rencana untuk dilakukan Muskomda Pemuda Katolik Jatim.tetapi sebelumnya harus dilakukan Masa Penerimaan anggota. Oleh karena harus dilakukan oleh Komcab Surabaya.
Walau sebelumnya, ketua Komcab. Surabaya Drs. AM. Bambang Poeryanto telah menunjuk Albert Pieter sebagai ketua panitia pelaksana Mapenta pada bulan November 2007. Atas kerja sama Panitia dan carakteker maka disusunlah ateri untuk pelaksanaan Mapenta.
Sebelum acara Mapenta diselenggarakan, pemegang mandat Carekteker telah meminta untuk dipertemukan dengan Pihak hirarki gereja sebelum dilakukan langkah yang dianggap perlu. Maka saya menghubungngi Vikjend, maka dilakukan pembicaraan antara saya dengan vikjend. Vikjend menyerahkan persoalan Pemuda Katolik kepda Romo Eko Budhi Susilo,Pr. Saya meminta vikjend untuk memfasilitasi pertemuan antara Carekteker dengan Romo Eko dan beliau setuju.
Romo Eko tidak bersedia untuk ketemu dan tidak mau berbicara dengan Carekteker. Dengan kondisi tersebut membuat keputusan untuk meneruskan agenda awal diteruskan.
Dilakukanlah sosialisasi terhadap rencana Mapenta dan sekaligus pelaksanaan Muskomda. Praktis yang mengurusi Mapenta dan Muskomda adalah Albert Pieter dan Lamhot Simanullang.
Setelah persiapan dianggap siap maka di tetapkan tanggal 13 April dilaksanakan Mapenta dan sekaligus Muskomda di hotel Narita. Pihak Ansfridus juga diminta hadir pada pelaksanaan Mapenta dan Muskomda.
Pada pelaksanaannya dari pihak mereka tidak ada yang hadir. Beberapa daerah malah datang yaitu Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, Madiun, Malang, Blitar, Bojonegoro, dan surabaya. Dengan jumlah peserta 21 orang. Dari surabaya sendiri yang ikut 8 orang.
Dihadiri oleh beberapa pembicara yaitu Drs. Basis Susilo, Daniel Rohi, Adrianus Harsono, Lamhot Simanullang, dan Bpk Hidayt Tunumiharja. Masing-masing memberi materi 1,5jam, rangkaian acara Mapenta berakhir Pukul 16.30 wib.
Setelah pelantikan anggota Pemuda Katolik cabang surabaya, maka dibacakan sk penetapan carekteker pembentukan pengurus cabang dari anggota daerah yang hadir di Mapenta untuk selanjutnya menjadi peserta Muskomda. Setelah semua peseta delegasi bersedia untuk diselenggaran Muskomda saat itu juga maka Muskomda dibuka jam 17.00.
Muskomda ini pada akhirnya memilih sdr. Johannes B. Amiranto. Yang berusia 42 tahun dan merupakan dosen Untag Surabaya. Terpilihnya ketua tanpa voting karena sdr. Albert Pieter tidak bersedia untuk dicalonkan sebagai ketua. Oleh karena itu pemilihan ini tanpa melalu tahapan verifikasi persyaratan sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta tata tertib siding muskomda tersebut!
Setelah terpilih maka langsung disusun Formutur yang terdiri dari: Lamhot Simanulang, JB Amiranto, Rudy, Bambang Poeryanto dan Albert Pieter. Setelah Muskomda ditutup maka Formatur langsung mengadakan rapat dan menyusun format kepngurusan Komda Jatim.
Pada rapat pertama telah tersusun pengurus yaitu sekretaris Albert Pieter wakil ketua Rudy Afianto, Poerwadi, Soenaryo. Dan disepakti bahwa Formatur akan rapat lagi 2 minggu kemudian.
Tanggal 17 April dalam rangka mendampingi ketua umum PP Pemuda Katolik sdr. Natalis Situmorang dengan Saifullah Yusup yang kebetulan mencalonkan diri sebagai cawagub Jatim. Pertemuan diadakan di Somerset Hotel. Pada pertemuan tersebut terdapat banyak sekali wartawan.
Pada keempatan ini saya tetang sikap Pemuda Katolik terhadap Pencalonan Saifullah Yusuf, apakah Pemuda Katolik Jawa Timur dengan kehadiran disini berarti mendukung Gus Ipul?
Jawaban saya banyak dirilis oleh media tidak sesuai dengan pendapat yang sebenarnya saya sampaikan. Oleh karena hal ini melahirkan banyak protes oleh kubu Ansfridus. Lewat pernyataan yang dimuat dalam surat pembaca diberbagai media masa jatim mereka membuat bantahan.
Hal ini sampai menjadi pembicaraan hangat di kalangan tokoh Katolik. Sampai suatu kesempatan di acara pelantikan DPC PMKRI Surabaya tanggal 28 April 2008 yang dihadiri pula oleh Uskup Surabaya. Saya semapat di panggil oleh Bapak Uskup untuk ditanyakan masalah tersebut, baliau dapat memahami penjelasan singkat yang saya berikan.
Hari-hari berikutnya menjadi pertanyaan apakah pertentangan ini akan terus atas akan membaik…………………?????

Oleh Albert Pieter Lasut

Rabu, 28 Mei 2008

Komunitas Kristiani Dalam Kehidupan Nasional

KOMUNITAS KRISTIANI
DALAM KEHIDUPAN POLITIK NASIONAL



1. Negara-Bangsa (Nation-State) yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah hasil perjuangan segenap komponen bangsa dari aneka ragam latar belakang: suku, agama, etnis, asal daerah, aliran kepercayaan, keyakinan, profesi, dan sebagainya.
Negara-Bangsa (Indonesia) adalah suatu bangunan politik, mencakup dan meliputi seluruh tanah air dan seluruh tumpah darah Indonesia. Memayungi dan melindungi segenap bangsa dan seluruh masyarakat.
Negara-Bangsa berkewajiban menumbuhkan kehidupan kebangsaan yang bebas, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial dalam wadah negara hukum yang demokratis, serta ikut memelihara ketertiban dan perdamaian dunia.

2. Negara-Bangsa, Pancasila, Kebhinekaan/Keanekaragaman (pluralitas) dalam persatuan dan kesatuan bangsa, adalah nilai-nilai dasar hasil perenungan mendalam para pendiri Republik (Founding-Fathers) yang berwawasan visioner. Nilai-nilai dasar tersebut adalah bagian integral dari Proklamasi Kemerdekaan.

3. Jika karakter/jatidiri Negara-Bangsa dirubah/diganti (misalnya menjadi negara-agama, negara-militer, negara-pegawai, negara-suku, negara-kedaerahan, negara-para elit), jika Pancasila diganti/dirubah dalam praktek penyelenggaraan negara dan kekuasaan pemerintahan (misal: Pancasila sebagai sumber hukum nasional diganti/ditambah dengan syariah agama atau syariah agama–agama), jika pluralitas masyarakat dirubah menjadi keseragaman, maka merupakan penghianatan terhadap Proklamasi Kemerdekaan. Jika itu terjadi, maka Negara Indonesia bukan lagi Negara Bangsa hasil Proklamasi Kemerdekaan, melainkan sudah berubah menjadi Negara baru, yang harus ditolak keberadaannya.

4. Negara-Bangsa harus dipelihara, ditumbuhkan, diwujudkan idealnya (cita-citanya) melalui perjuangan politik seluruh warga negara dari semua komponen bangsa. Kepedulian dan keterlibatan politik tersebut adalah suatu keharusan. Manifestasinya dalam dua bentuk cara :

a. Dalam arti umum/luas, dalam mana semua warga negara berhak dan berkewajiban memperjuangkan kepentingan umum, kesejahteraan masyarakat, dan keadilan sosial. Termasuk membela/mempertahankan karakter/jatidiri bangsa : Negara Bangsa, Pancasila, Pluralitas, serta persatuan/kesatuan bangsa.

b. Dalam arti khusus dalam mana perjuangan tersebut dilakukan melalui partai politik dengan mengambil bagian di penyelenggaraan negara dan kekuasaan pemerintahan.

5. Kepedulian dan keterlibatan politik warga negara yang menganut iman Kristiani adalah konsekuensi dan implementasi dari Iman Kristiani. Iman Kristiani memiliki dimensi politik yaitu penghayatan akan hidup Kristus dan karya pembebasanNya. Kemerdekaan/Kebebasan manusia harus dibela dan dipertahankan mendahului dan mengatasi segala bentuk/struktur kekuasaan.

6. Bagaimana implementasinya, khususnya setelah mengikuti dan mencermati
perkembangan bangsa dan negara dewasa ini? Masalah besar dan urgen adalah kemiskinan dan pengganguran yang membuat sebagian besar masyarakat menderita. Namun ada juga masalah besar dan urgen yang lebih mendasar karena menyangkut eksistensi Negara Bangsa, Pancasila, Pluralitas, serta Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Hal-hal tersebut kini tengah mengalami cobaan, gangguan dan ancaman. Untuk menghadapi hal ini, warga negara dari komunitas Kristiani tidak bisa berjuang sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama. Tidak bisa menyerahkan saja pada partai – partai politik yang pada dewasa ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Tidak bisa juga hanya mempercayakan pada polemik intelektual dan teoritis di media massa. Hal ini adalah perjuangan dan kerja politik. Komunitas Kristiani perlu bahkan harus merintis Gerakan Politis ( Kristiani ) – bukan Partai Politik, sebagai sarana atau instrumen perjuangan mengambil bagian dalam kehidupan nasional,.khususnya dalam membela dan mempertahankan Negara – Bangsa, Pancasila, Pluralitas, Persatuan dan Kesatuan Bangsa.


Jakarta 11 Agustus 2007



PUSAT KAJIAN DAN EDUKASI MASYARAKAT
( PAKEM )
Disampaikan pada pertemuan nasional forum masyarakat kotolik di surabaya tanggal 21-27 september 2007