Jumat, 10 September 2010

PERJALANAN UNTUK SILAHTURAHMI

Kami sekeluarga sebulan lalu sudah merencanakan perjalanan silahturami tahunan. Hampir setiap tahun kami melakukan perlanan menempuh 500an kilometer. Sehari sebelumnya saya sudah mempersiapkan kendaraan yang akan digunakan, dan siap untuk melakukan perjalanan.
Ibu Mertua sangat antusias dengan perjalan ini. jauh-jauh hari Ibu telah mempersiapkan segala macam logistik yang akan di bawah. MUlai makanan yang akan di makan diatas kendaraan hingga oleh-oleh yang akan diberikan pada famili yang akan dikunjungi setahun sekali.

Secara fisik sebenarnya cukup lelah karena beberapa hari harus bangun jam 2 pagi untuk mengantar Orang Tua saya Ke RS, tapi rencana perjalanan ini cukup menyenangkan sehingga kelelahan fisik beberapa hari terakhir ini tidak menjadi penghalang.

Pagi jam02.00Wib, ibu mertua membangunkan. Ganti baju tidur, tanpa mandi langsung mempersiapkan kendaraan dan siap berangkat. Mertua, ponakan: Rico, Shasa, Via; Istri dan saya berangkat tepat pukul 02.20wib. Sempat menyapat menyapa satpam dan menitipkan rumah kepada satpam maka kami pun berangkat.

ternyata di jalan sudah cukup ramai, khususnya kendaraan roda dua yang juga melakukan perjalan jauh. Dengan berboncengan, ada yang sampai 4 orang dan barang pengendara sepeda motor menempuh perlanan yang cukup jauh. Kami mampir sebentar untuk memompa ban kira-kira di kilometer 15. selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dengan kecepatan 60km/jam, relatif dengan kecepatan tersebut lambat jika dibanding pengendara Sepeda motor yang sering melewati perjalanan kami.

Sepanjang perjalan praktis tinggal saya sendirian yang tidak tidur, Retno yang menemani saya di depan sudah tidur memeluk ponakan (Shasa). Sambil makan kacang mente dan musik, saya menembus perjalan di pagi buta. Relatif tanpa hambatan sepanjang perjalanan, kecuali sekali-kali bila disalib Bus dengan kecepatan tinggi terpaksa harus mengalah dan berkonsentrasi. Sepanjang perjalanan jarang menjumpai kendaraan roda empat, yang terbanyak adalah sepeda motor. Sehingga sepanjang perjalanan melewati daerah Krian dan Kota Mojokerto tanpa hamabatan.

Saya mengambil jalur pasar krian, karena ini masih pagi sehingga terhindar dari keramaian Pasar, bila siang saya tidak akan berani mengambil jalur ini, lebih baik ambil jalur by pass Krian. Sepanjang jalur ini mulus hingga masuk Mojokerto.

Pada kilometer 66 ada pengalihan jalan, tepatnya masuk kota Jombang. Jalan dialihkan dengan mengambil jalur luar kota Jombang. Saya tidak menguasai jalur ini, agak kawatir sih tapi saya berpatokan dengan Bus. Saya ikuti saja bus yang ada didepan saya dan memang sampai juga kejalur yang saya pahami. Senjang jalur yang dialihkan, jalannya sangat tidak nyaman karena bergelombang dan banyak lubangnya sehingga semua penumpang menjadi terbangun dan meminta kecepatannya diperlambat.

Memasuki kawasan Kertosono jam tangan menunjukan pukul 03.30Wib. suasana sudah ramai dengan penduduk yang akan menuju masjid untuk soladi subuh. Dan di kios-kois sovenir sepanjang Kertosono banyak sekali pengendara Sepeda motor yang berhenti untuk istirahan sambil berbelanja. Pada jalur ini kecepatan kendaraan saya pacu dengan kecepatan 50km/jam. Selepasnya, kecepatan normal kembali.

Selepas Kertososno atau pada kilometer 92, kami mampir mengisi BBM dan ibu mertua harus ke toilet. Saya menyempatkan mengisi air radiator dan istirahat sebentar. Kira-kira 15 menit di SPBU tersebut kami melanjutkan perjalan dengan mengambil jalur Warujaeng. Dengan mengambil jalur ini saya dapat menghemant waktu dan jarak kira-kira 10 km atau setengah jam. Sepanjang jalur ini kecepatan yang saya tempuh kira-kira 40km/jam karena ruas jalan yang sempit. saya juga tidak ingin terburu-buru karena saya berharap masuk ke tempat tujuan kira-kira pukul 05.00. Melewati beberapa desa akhirnya kami sampai ke dusun Jepang Desa Bodor Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk.

Sesampai ketempat tujuan ternyata penghuni rumah masih tutup, maklum jam masih menunjukkan pukul 05.10. Setelah kendaraan masuk kehalaman, keponakan-keponakan dari Istri pada keluar menyambut kedatangan kami. Ternyata mereka sudah siap-siap untuk mengikuti solat Id. Setelah bersalaman, maka barang-barang mulai diturunkan dari mobil. Barang pakaet lebaran untuk keluarga ini sudah kita kirimkan 3 hari sebelumnya saat acara akad nikah nya Rbdu salmah di KUA Bratang Binangun.
Ada yang melanjutkan tidur diruang tamu, Retno dan ponakan (Rico) sementara saya, ibu mertua dan Shasa dan Via tidak bisa tidur, tadi saya coba tidur tapi tidak bisa.
Penghuni rumah pada ke tempat Solat Id kami tetap di rumah, saya duduk-duduk didepan rumah bebrapa saat, kemudian Mandikan Via dan shasa. Saya mandi makan dan Tidur, saya tidur kira-kira 2 jam, bangun tepat jam 09.00.

Waktu bangun ternyata banyak sekali tamu yang bersilaturahmi kerumah. rumah ini milik keluarga besar mertua yang saat ini di tempati keluarga dari ibu mertua yaitu bapak Supardi adalah adik kandunf ibu mertua. Keluarga ini memiliki 4 orang anak yang kesemuanya berprofesi guru kecuali satu anaknya adalah Perawat pada Rs. Menur surabaya.

Mereka adalah keluarga muslim yang sangat taat, sehingga nuasan yang dirasakan benar-benar nuansa Islami. disaat saya terbangun saya melihat ibu mertua bersama keluarga yang lain sedang menerima tamu-tamu yang datang. Saya mengucapkan selamt Lebaran dengan seluruh keluarga dan beberapa tamu.

Kondisi ini sangat kontras bila melihat suasan keluarga yang saya bangun dengan Retno di Surabaya, yang tampak dan tersa adalah nuansa Katolik. Walau demikian tidak menjadi penghambar membangun komunikasi kekeluarga sedarah.

Pukul 09.30 kami menuju ke keluarga almarhum bapak mertua yang jaraknya kira-kira 7 km yaitu di desa Pace Kulon. di tempat ini relatif lebih maju dan berkembang jika desa ibu mertua, karena disini merupakan ibu kota kecamatan dan merupak jalur utama Nganjuk Kediri.

Sebelumnya kami bersiarah di makam, disini dimakam leluhur istri yaitu Kakek dan Nenek Buyut yaitu Haji Ilyas dan Hj Saudah dan Kakek dan Nenek yaitu Kromoleksono dan Sainem. dan masih banyak keluarga besar istri yang dimakamkan disini. Mereka dimakamkan di pemakaman Desa Pace Kulon yang terletak di jalan poros Kediri Nganjuk. Kmai menaburkan bunga di hampir seluruh makam yang mempunayi hubungan darah dengan almarhum bapak mertua. Untung dekat dengan makam kami dapatmembeli bunga tabur. Kami juga telah menyiapkan uang untuk penjaga kuburan yang masih ada hubungan keluarga dengan almarhum bapak.

dari makam kami menuju rumah utama dari keluarga almarhum bapak mertua yang berjarang 200an meter dari makam arah Polsek Pace. Disini telah ada Bude Deni, Bude Dar, Mas Yanto dan Istri, Mbak Tati, dan Mas Edie. Kami menurunkan Paket lebarannya untuk 2 kelaurga. setelah bersilahturami kami mengincipi makanan di rumahnya bude Ni yang disiapkan oleh mbak Tati.

Saya cerita-cerita dengan mas Edi tentang silsilah keluarga besar dimulai dengan sejarah mabh buyut, Haji Ilyas yang mempunyai 6 anak yang salah satunya adalah nenek dari istri dan mas Edi.
saya juga membantu mas Yantio yang mobilnya waktu diparkir terperosok dan kejepit pohon didepan rumah.
Rico dicarikan Bis Sama Mas Edie untuk menuju Madiun lewat terminal Nganjuk. setelah Rico berangkat kita kembali ke Dusun Jepang tepat pukul 11.300 wib.

Di dusun jepang, saya makan dan istirahat sebentar. saya sempat minta lek' Di ambilkan bibit pisang untuk ditanam di Surabaya. Ibu juga dapat ayam kampung yang sudah dipotong. setelah anak-anak makan bakso yang dibelikan dek' Bin maka kami siap-siap pulang. Pukul 13.30 kami pamit dan berangkat.

sebelum berlanjut kesurabaya, kami mampir untuk bersiarah ke makam Kakek dan Nenek dari Istri dari pihak Ibu. Makam yang terletak di dusun pesantren desa bodor kira-kira 1.5 km dari dusun jepang arah utara. setelah menaburkan bungan di makam Kakek Kasbi dan Nenek Kasini maka kami pulang meninggalkan komplek makam tepat pekul 14.00 wib

demikianlah kira-kira perjalanan membangun silaturahmi keluarga sedarah yang berbeda agama, mudah-mudaan ini menjadi sering yang baik bagi kita semua........

Jumat, 27 Agustus 2010

BERITA GEREJA KATOLIK SINGARAJA

Pelurusan berita:

1. Memang terjadi pengambil alihan Gereja. Karena Rm. Yan, sudah 15 tahun
tidak taat dan menolak untuk dipindah dari Singaraja. Dia dulu anggota
Konggregasi SVD; yang akhirnya dipecat juga dari sana oleh Jenderal SVD,
karena keras kepala dan ketidak taatan.

2. Selama 14 tahun, sudah 3 Uskup mencoba menawari dia berbagai kemungkinan
dari studi di luar negeri, boleh pilih paroki mana yang diinginkan. Waktu
dia dikeluarkan oleh Kongregasi SVD, para uskup ini menawarkan Rm. Yan untuk
menjadi romo projo. 2 uskup terdahulu, menawari dia jadi romo Projo DI LUAR
Keuskupan Denpasar. Uskup yang sekarang, Mgr. Silvester San, menawari dia
menjadi projo Keuskupan Denpasar. Tapi Rm.Yan menolak dan menyatakan ingin
tetap jadi romo SVD, bahkan dia masih memakai gelar SVD pada namanya.

3. Setelah semua usaha pendekatan personal dan pastoral tidak berhasil, Mgr.
San menghadap Bupati Singaraja untuk menengahi. Bupati menugaskan Kementrian
Agama (dulu Dept. Agama) Singaraja untuk jadi penengah. Mgr. San dengan team
dari Denpasar datang; tetapi Rm. Yan yang rumahnya hanya 50 meter dari
Kantor Agama, menolak datang. Harap diketahui, Singaraja itu ada di ujung
utara P. Bali, memakan waktu 2 setengah jam dari Denpasar.

4. Lalu Mgr. San membuat surat pernyataan yang menjelaskan kronologis
ketidak taatan Rm. Yan yang disebarkan kepada semua Uskup di Indonesia dan
paroki-paroki yang terkait. Mgr. San datang ke Singaraja untuk menjelaskan
surat ini langsung kepada umat yang setia kepada Uskup. Ada umat dari pihak
Rm. Yan yang datang, lalu minta Uskup menjelaskan hal ini di Gereja Kartini
(istilah yang kita gunakan untuk gereja yang diduduki Rm. Yan). Setelah
mendapat kepastian bahwa Mgr. San memang ditunggu di Gereja Kartini, maka
rombongan ke sana. Tetapi penjelasan Mgr. San tidak diterima baik, malah
dicaci maki dan dilecehkan.

5. Pihak keluarga Rm. Yan, yang berasal dari Paroki Tuka di dekat Denparar
mencoba mendatangi Rm. Yan, tetapi ditolak oleh para pendukung Rm. Yan dan
dia sendiri hanya diam saja.

6. Setelah semua upaya damai gagal, Mgr. San membuat pengaduan ke polisi,
tentang pendudukan tanah dan gedung gereja secara tidak sah. Sayang polisi
menyatakan: belum ditemukan indikasi tindak pidana; dinyatakan bahwa ini
adalah masalah internal Gereja Katolik.

7. Karena semua usaha mencari penyelesaian tanpa kekerasan tidak berhasil;
Mgr. San memutuskan untuk menyelesaikan hal ini secara internal Gereja. Mgr.
San mengumpulkan tokoh-toloh etnis NTT (sebagian besar pendukung Rm. Yan itu
orang NTT dan Timor Leste); pihak keluarga Rm Yan untuk masuk ke Gereja
Kartini; dengan tekanan setiap kelompok etnis menangani orang-orangnya
sendiri, Rm. Yan ditangani oleh keluarganya. Sasaran tindakan ini adalah
mengeluarkan Rm. Yan dan Annis Ola (koster yang sangat berpengaruh pada Rm.
Yan) yang menjadi sumber keonaran di Paroki Singaraja selama lebih dari 15
tahun dari pastoran dan rumah koster.

8. Hari Minggu 22 Agustus 2010, tua-tua adat suku Annis Olla datang menemui
dia untuk mengajaknya keluar. Tetapi hal ini ditolak dan menjadi titik awal
persiapan mereka untuk mempertahankan diri. Bahkan mereka memanggil preman
dari desa di Singaraja dan melaporkan ke Polres bahwa Gereja Kartini akan
diserang oleh premannya Uskup.

9. Pada pagi hari sebelum kami masuk, Polres Singaraja mengadakan sweeping
dan mengeluarkan 14 orang yang memang dikenal sebagai preman dan meminta
semua orang yang bukan Katolik untuk keluar dari Gereja Kartini.

10. Pada saat kami akan masuk, kamu berbaris di depan gereja untuk berdoa.
Tetapi kami sudah dimaki-maki oleh seseorang dari Gereja Kartini dan disebut
preman Uskup dan mengusir. Anak-anak muda mulai terpancing emosinya, tetapi
masih dapat dicegah. Tetapi saat doa mulai, provokasi lain, pintu gerbang
gereja dibuka-tutup. Ketika beberapa orang mendekat, pintu ditutup dan
digembok kembali. Emosi anak-anak muda tidak dapat dikontrol; mereka
mendobrak pintu gerbang dan menyerbu masuk. Tetapi waktu itu para tua-tua
adat masih dapat menguasai anak buahnya. Mereka meminta kelompok sukunya
yang membela Rm. Yan untuk keluar meinggalkan Gereja. Tetapi ada satu anak
muda, Theo, menolak untuk keluar. Akibatnya, ketika ia ditemukan, tanpa
memakai pita putih yang menjadi tanda kami, maka dia diserbu. Tetapi
akhirnya Etnis Manggarai berhasil mengeluarkan dia dari gereja.

11. Kami mencari di mana Rm. Yan dan Annis Ola bersembunyi. Annis ditemukan
bersembunyi di sakristi gereja. Kelompok etnisnya mengeluarkan dia dari
gedung gereja dan melindungi dia dari massa yang panas. Dia langsung
dimasukkan ke mobil dan dibawa ke Denpasar. Lalu istri Annis, diminta
mengeluarkan harta bendanya dari rumah koster dan membawanya pergi. Saya
tidak ada di sana, tetapi sesudah semua selesai, saya tidak melihat ada
jendela dan pintu yang rusak di rumah koster. bahkan kelompok etnisnya
membantu membawa keluar inventaris keluarga itu. Dan dari berita yang ada,
tidak ada kabar bahwa anak Annis terluka oleh pecahan kaca. karena tidak ada
kaca yang pecah.

12. Tindakan yang kedua adalah mencari di mana Rm. Yan bersembunyi. Di
hadapan polisi, tiap etnis dibagi dalam beberapa kelompok untuk mencari di
semua ruangan yang ada. karena semua terkunci, maka pintu-pintu dijebol;
juga lemari-lemari yang mungkin menjadi tempat persembunyian Rm. Yan. Dan Rm
Yan ditemukan. Dia tidak melawan, tetapi menolak untuk keluar, sehingga oleh
keluarganya sendiri, terpaksa diseret dan dimasukkan ke mobil untuk dibawa
pulang ke rumah keluarganya di Paroki Tuka.

13. Setelah selesai, kami merayakan Misa di Gereja bersama rombongan
Denpasar dan umat Singaraja yang setia kepada Uskup. Kemudian kami
mengumpulkan (barang) milik pribadi Rm. Yan dan siap akan diantar besok ke
rumah keluarga.

KOMPAS tidak salah memberi kabar, karena hanya melihat apa yang terjadi,
tetapi nampaknya tidak ikut hadir pada saat pertemuan dengan press untuk
menjelaskan latar belakangnya. Begitu juga dengan RCTI atau Metro TV.
Demikian penjelasan saya. semoga menjadi pemahaman bagi semua.

Romo Yohanes Handriyanto Wijaya
Pastor defenitif
_______________________________________________________

SINGARAJA, KOMPAS.com

Sekelompok orang mengeluarkan Pastor Gereja Paroki Santo Paulus Romo Yohanes
Tanumiarja alias Romo Yans beserta keluarga secara paksa dari kediamannya di
Jalan Kartini, Singaraja, Selasa (24/8/2010). Peristiwa yang berlangsung
sekitar pukul 09.00 Wita itu, dilakukan sekelompok orang dari Keuskupan
Denpasar setelah Romo Yans dianggap tidak menaati aturan Gereja Katolik
serta keputusan di internal induk organisasi keagamaan Katolik yang
membawahi Bali serta Nusa Tenggara Barat.

Pada aksi paksa itu sempat terjadi penganiayaan serta perusakan pada bagian
bangunan gereja, tepatnya pagar masuk dan sejumlah kaca jendela berikut
pintu masuk bangunan rumah tersebut. Seorang anak perempuan bernama Aurelia
(5) yang ketika kejadian berada di dalam rumah, mengalami luka di bagian
kepala akibat pecahan kaca saat sekelompok orang tersebut mengamuk dan
menyeret semua penghuni keluar dari rumah itu. Selain Aurelia, Theo yang
merupakan pengikut Romo Yans, juga mengalami pemukulan serta pengeroyokan
dalam kejadian perusakan kawasan suci tersebut. Pasukan pengendali massa di
bawah komando Kompol Ida Bagus Wedana Jati dari Kepolisian Resor Buleleng
tidak bisa mencegah aksi sekelompok orang yang menyebut bahwa tindakan
mereka tersebut merupakan bentuk penyelesaian di internal umat Katolik.

Dalam kejadian tersebut, juga hadir beberapa pastor dari Keuskupan Denpasar
yang dipimpin oleh Romo Herman Yosep Beby serta Romo Yohanes Handriyanto
Wijaya alias Romo Hans selaku pastur yang diberi mandat untuk menggantikan
tugas-tugas Romo Yans di gereja umat Katolik Singaraja. Dalam kelompok
tersebut, juga terlihat mantan Kabid Humas Polda Bali Komisaris Besar Polisi
(purn) AS Reniban yang tiba bersama rombongan keuskupan Denpasar untuk
melakukan pengusiran kepada keluarga Romo Yans. Ketua DPRD Kabupaten
Buleleng Dewa Nyoman Sukrawan terlihat hadir setelah aksi massa Keuskupan
Denpasar yang sempat menyeret Romo Yans ketika bersembunyi di sebuah ruangan
kamar tidur bagian depan rumah.

Tak hanya Romo Yans yang digelandang massa, Yohanes Ola alias Pak Annis,
selaku pembantu Pastor Yans juga diseret serta dimasukan ke dalam mobil dan
disebutkan untuk dievakuasi ke rumah keluarga. Salah satu pendukung Romo
Yans, yakni Antonius Kiabeni, warga Jalan Pulau Sugara, Singaraja,
mengatakan upaya paksa atau eksekusi merupakan kewenangan aparat hukum dan
bukan dilakukan oleh sekelompok orang. Pihaknya mengaku akan menyelesaikan
kejadian tersebut secara hukum dengan melapor ke Polres Buleleng, khususnya
mengenai aksi kekerasan yang menyebabkan Aurelia menderita luka di bagian
kepalanya hingga mengakibatkan harus mendapat perawatan medis.

Dalam kejadian tersebut, rombongan Keuskupan Denpasar memberi tanda balutan
pita berwarna orange dan putih yang melingkar di tangan atau kepala sebagai
identitas pendukung pastor baru, yakni Romo Hans.

INFO INI SAYA DAPAT DARI BERBAGAI SUMBER.